Interesting facts in soon to be world class Japanese football

Siapa yang ndak kagum melihat permainan Jepang ketika bertanding melawan Italia di piala Konfederasi 2013 kemarin.  sebagai sesama asians bangga rasanya melihat sepakbola kelas dunia yang mereka pertontonkan di depan jutaan pasang mata penggila piala konfederasi 2013 ini.

Biasanya bila kita bicara kiprah negara-negara Asia di kancah sepakbola internasional, komentar yang sering kita dengar adalah seperti ini:

“Wah hebat bisa kalah cuma 2-1 dari Brazil!”

“Bisa nahan seri Italia aja udah luar biasa banget tuh.”

“Walopun kalah gede tapi semangat juang mereka luar biasa. Bravo!”

Tapi ketika Jepang kalah lawan Italia kemarin komentar-komentar seperti di atas nyaris tidak ada. Yang banyak adalah ungkapan kekaguman bagaimana sepanjang 90 menit pertandingan, Italia yang merupakan runner-up piala Eropa tahun 2012 lalu dipaksa bekerja ekstra keras dan bertahan mati-matian. Bahkan gol terakhir yang memastikan kemenangan Italia saat itu disambut dengan kekecewaan komentator yang spontan berkata,

“It’s a complete robbery. Japan definitely deserve more..” 

Jepang bahkan unggul 2-1 dari Italia di paruh babak pertama

Jepang bahkan unggul 2-1 dari Italia di paruh babak pertama

Melihat bagaimana berkembangnya sepak bola di Jepang dalam kurun waktu 15 tahun terakhir memang sangat mengagumkan. Kekaguman akan langkah tegap Jepang menuju negara sepakbola yang disegani dunia pulalah yang menggelitik saya untuk menggali sedikit lebih jauh tentang Jepang dan sepakbolanya.

Sejak keikutsertaannya yang pertama pada Piala Dunia 1998, Jepang terus mencatatkan dirinya sebagai negara yang tak pernah absen dari gelaran sepakbola sejagat 4 tahunan tersebut. Jepang juga tercatat sebagai negara yang paling sering menjuarai Piala Asia dengan 4 piala yang disandangnya. Sungguh prestasi yang luar biasa mengingat kompetisi sepakbola profesional mereka (J-League) baru terbentuk di tahun 1993.

Adalah Tsubasa Ozora pemuda pecinta sepakbola dengan slogannya “Bola adalah teman” yang berhasil membawa demam sepakbola ke negeri matahari terbit itu. Sepakbola sebelumnya bukanlah olah raga yang begitu popular di Jepang. Pesonanya kalah dengan baseball yang telah lebih dulu popular dan memiliki koshien sebagai holy land dari kompetisi baseball tingkat nasional di Jepang. Baseball Jepang telah menembus level dunia dengan nama-nama seperti Eiji Sawamura dan Hideki Matsui yang bermain di MLB (Major League Baseball), Liga baseball paling bergengsi di dunia. Maka ketika seorang bocah berumur 20-an tahun berhasil menembus skuad utama di klub sepakbola sebesar Sao Paulo dan Barcelona, tentu orang menjadi bertanya-tanya siapakah gerangan Tsubasa Ozora?

And trigerred with just that simple question, the era of football madness in Japan begin.

Tsubasa Ozora saat bermain di Barcelona (Catalonia)

Tsubasa Ozora saat bermain di Barcelona (Catalonia)

Tsubasa Ozora mungkin  hanya sebuah karakter dalam manga (komik) ciptaan Yoichi Takashi. Namun lebih dari itu Tsubasa adalah panutan bagi pemuda-pemuda pecinta sepakbola di Jepang. Mimpinya untuk membawa Jepang menjadi juara Piala Dunia, seperti virus yang luar biasa ganas berhasil menulari mimpi-mimpi para pembacanya. Tsubasa  dianggap memiliki peranan sentral dalam berkembang pesatnya minat akan olahraga sepakbola di Jepang. Format manganya yang informatif dan menjelaskan secara detil akan konsep piala dunia juga dianggap memiliki peranan besar dalam mengedukasi rakyat Jepang akan sepakbola khususnya kaum muda.

Manga Captain Tsubasa adalah pionir bagi manga-manga bergenre sepakbola lainnya. Setelah Cpt. Tsubasa mulai bermunculan manga-manga lain seperti Shoot, Offside, Fantasista dan banyak lagi manga yang bertemakan sepakbola. Dari manga-manga itulah kemudian ‘pahlawan-pahlawan’ sepakbola jepang bermunculan. Nama-nama seperti Kubo Yoshiharu, Goro ataupun Teppei Sakamoto muncul dan berkembang menjadi ikon manga sepakbola Jepang menemani Tsubasa yang telah muncul terlebih dahulu. Kemunculan karakter-karakter inilah yang kemudian memunculkan stereotipe pemain sepakbola yang ideal. Entah atas minat dan kesukaan yang serupa, atau memang posisi ini adalah posisi yang paling enak untuk diceritakan karena unsur imajinasinya yang luas, pemain gelandang serang bernomor punggung 10 dengan fantasi dan visi bermain yang bagus adalah sebuah keharusan untuk menjadi tokoh utama bagi para penulis manga sepakbola Jepang. Pemain dengan label Fantasista.

2196439-yoshiharu_kubo_05

Sebenarnya semakin ke sini negara-negara di Eropa semakin meninggalkan pengkultusan akan nomor punggung. 10 tahun yang lalu kita tak akan bisa membayangkan pemain sekelas Kevin Prince Boateng menggunakan nomor punggung 10 di AC Milan. Itu seperti mengganti Ferarri dan Lamborghini tuamu dengan mobil Ford keluaran terbaru.

You got brand new engine, better fuel efficiency but less class and beauty.

Namun lain di Eropa lain lagi di Jepang. Harus diakui Manga bagi Jepang bukanlah sekedar bacaan dan hiburan di waktu senggang. Manga sudah menjadi sebuah alat komunikasi yang efektif dalam menyebarkan sebuah ide dan gagasan. Maka tak heran bila manga-manga sepakbola Jepang yang telah berhasil meng-influence banyak pemuda di dunia, juga memberi pengaruh yang kuat bagi masyarakat Jepang dalam pandangannya akan pesepakbola yang ideal. Inception yang ditanamkan para mangaka bahwa pesepakbola yang ideal adalah pemain yang memiliki tipe serupa dengan Tsubasa ataupun Kubo Yoshiharu telah tertanam begitu kuat. Hasilnya? Entah kebetulan entah tidak, statistik berbicara sejak era keemasan sepakbola Jepang dimulai pemain Jepang yang berhasil menembus level dunia kebanyakan adalah pemain dengan karakteristik yang hampir serupa dengan Tsubasa ataupun Kubo. Gelandang Penyerang.

Ketika Negara-negara Eropa sekarang seperti kesulitan mendapatkan pemain bertipe fantasista, Jepang tak pernah kekurangan talenta pada posisi yang satu ini. Sejak lolos ke Piala Dunia untuk pertama kalinya di tahun 1998 sampai sekarang, Jepang selalu mampu menelurkan pemain bertipe playmaker yang handal. Sebut saja Hidetoshi Nakata, Shinji Ono, Shunsuke Nakamura, Keisuke Honda dan yang paling anyar si anak emas Juergen Klopp, Shinji Kagawa. Mereka adalah fantasista-fantasista handal yang kemampuannya telah teruji di level tertinggi Eropa. Dan bukanlah kebetulan kalau mereka semua mengaku sebagai fans Tsubasa/Kubo dan gemar membaca/menonton cerita tersebut sejak mereka kecil.

nakata          106327-keisuke-honda

kagawa                  Shunsuke_Nakamura_Japan

They resemble Tsubasa’s or Kubo’s style of play almost in every sense.

Mengklaim adanya hubungan antara Tsubasa dan karakter permainan para pesepakbola Jepang memang terasa berlebihan dan kurang berdasar. Apalagi kemudian menghubungkannya dengan kesuksesan tim nasional Jepang di kancah persepakbolaan internasional. Utamanya kesuksesan Jepang dan pemainnya berlaga di level sepakbola dunia tentu adalah buah kerja keras dan ketekunan asosiasi sepak bola Jepang dalam mengembangkan liga profesional dan mengolah bakat talenta-talenta mudanya.

Namun juga tidak bisa dipungkiri manga-manga sepakbola ini memiliki andil penting dalam memberikan karakter seorang ‘legenda’ sepakbola bagi Jepang. Ketika mereka sadar belum memiliki pesepakbola yang pantas dijadikan panutan bagi kaum muda, mereka membuat sendiri sosok panutan itu pada diri Tsubasa Ozora, Kubo Yoshiharu ataupun Teppei Sakamoto. Sosok inilah yang kemudian mengenalkan sepakbola, memberi inspirasi dan mendorong para pemuda Jepang untuk dapat berani bermimpi.

Manga bagi masyarakat Jepang bukanlah sekedar bacaan dan hiburan di kala senggang. Manga adalah alat komunikasi yang efektif dan alat penebar inspirasi. Manga adalah sebuah visualisasi akan mimpi-mimpi. Mimpi yang pada akhirnya menjadi kenyataan dalam wujud sepakbola indah ala Soccer Nippon Daihyo.

Salut!